Rabu, 13 April 2011
HILANGNYA SI ANAK HILANG
Cerita warisan budaya dari penduduk asli keturunan Dharmasraya: TARMIZI, adalah sah keturunan penduduk Dharmasraya, yang telah ada beberapa generasi sejak kisah Maharaja Adityawarman. Raja Minangkabau keturunan pembesar Majapahit itu. Kakeknya, Imam Rasyad memang bertemu dengan si Yamin (Mr. Muhammad Yamin) semasa hidupnya yang menyaksikan pembongkaran sepasang patung si Rocok (ocok = oco = arca) dari Padang Oco (= Padang arca) di Sungai Langsek (sekarang Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat (bukan Sungai langsek di Sijunjung). Patung itu, menurut cerita kakeknya diangkat ke tepi sungai Batanghari (oleh orang Jawa). Patung ini, ada dua buah ( satu patung wanita, satu lagi laki-laki). Patung wanita diperkirakan menggambarkan (dewi Durga?). Pada saat pengangkatan patung wanita terjatuh ke sungai dan tidak bisa diambil lagi. Patung yang dianggap Adityawarman itu dibawa dengan perahu gandeng menuju kota Jambi oleh penduduk setempat. Sekarang, patung itu ada di Museum Nasional Jakarta. Pada sekitaran abad ke -13, ada tiga kerajaan besar melayu di daerah Sumatera, yaitu KERAJAAN PALEMBANG, KERAJAAN DHARMASRAYA, dan KERAJAAN PAGARUYUNG, semuanya terkait dengan sejarah kerajaan MAJAPAHIT. Ada yang menarik tentang kesaksian, kakek Tarmizi ini. (1) Ada tempat yang bernama Padang Candi di Sungai Dareh. Pada tahun 60-an tempat ini masih berupa tanah kosong (bhs. Minang = tanah lapang). Di Lapangan ini ada sebuah Candi dari bahan bata, pernah di selidiki orang Balando (bhs. Minang= Belanda), seorang arkeolog bersama si Yamin ( Mr. Muhammad Yamin), yang ingin mengeluarkan candi ini. Candi ini menurut cerita terbenam belasan meter. Tetapi di batalkan. Menurut cerita Tarmizi, tempat candi ini sekarang sudah menjadi sawah/ kebun rakyat. (2) Tanah Berhalo (Bhs. Minang = Tanah berhala), kakek tarmizi menyaksikan bagaimana si ulando (Belanda) menggali tanah di sekitar tempat ini beberapa meter dari patung ini. Patung ini sekarang tidak jelas kemana (tidak diketahui penduduk). Ciri dari patung ini, salah satu tangannya patah. Menurut kesaksian kakek Tarmizi, tulisan yang ada pada patung ini dibuat replikanya oleh Yamin, yaitu dengan melekatkan kertas karton ke tulisan itu untuk membuat replika (katanya akan dikirim India). Saat itu, menurut kakek Tarmizi, beberapa meter dari patung itu diadakan penggalian oleh arkeolog itu yang disaksikan oleh Yamin. Hasilnya adalah lima buah barang keramik yang masih baik dan satu pecah. Kemudian ada pisau dalam botol (mungkin pisau dari bahan tembaga/ perunggu, karena mudah dibengkokkkan/diluruskan). Menurut Tarmizi bahwa sekarang ini tempat ini sudah menjadi kebun karet penduduk setempat. (3) Ada tempat lain yang bernama Padang Roco, (oco = arca), di Timpeh, adalah tempat ditemukan patung patung Aditiyawarman dan patung wanita yang yang hilang terbenam di sungai Batabghari. Ada yang menarik dari ke tiga tempat ini, sebab denahnya berbentuk segi tiga, yang dihubungkan dengan jalan, pada zaman dahulu penduduk setempat sangat menghormati lokasi segi tiga ini. Namun oleh perjalanan jaman, lokasi segi tiga ini hilang dari ingatan penduduk dan sekarang sudah jadi kebun dan sawah. (4) Ada yang penting dari cerita Tarmizi ini, bahwa ada kealpaan pihak-pihak tertentu dari pemerintah Propinsi Sumatera Barat, maupun pemerintah pusat, tentang pelestarian budaya masa lampau di Sumatera Barat. Apakah ini disengaja atau tidak, wallahuallam? (5) Memang masih ada misteri tentang Raja Adityawarman, misalnya tentang siapa sebenarnya ayah Adityawarman, yang bernama Adwayawarman atau Mahamantri I Hino Dyah Adwayabrahma, yang jadi pembesar di Majapahit. Kalau keturunan raja-raja dari Palembang, semua orang tahu, dan itu tidak dipersoalkan. Dan siapa pula sangka kalau Raja-raja terakhir Majapahit sejak tahun 1478 selalu diliputi rahasia, seperti raja Majapahit NYOO LAY WHA dan PRABU NATA tidak pernah disebut dalam sejarah, dan bahkan raja-raja Demak pun setelah Majapahit Runtuh, adalah keturunan Cina. Mengenai hal ini terungkap setelah arsip KELENTENG SAM PO KONG DI SEMARANG, yang berbahasa Tionghoa. Tetapi Anda jangan salah sangka dahulu, sebab keturunan Cina yang dimaksud adalah dari Yunan dan Swatow dan bukan orang Hokkian. Arsip ini dirampas dan diterjemahkan oleh Residen Poortman tahun 1928, semasa pemerintah Hindia Belanda. Arsip itu dapat diperoleh karena ada pemberontakan komunis saat itu yang memungkinkan Poortman, menggeledah Klenteng SAM PO KONG, namun tetap DIRAHASIAKAN oleh Belanda sampai mereka cabut dari Nusantara ini. Dan baru terungkap sedikit sejak tahun 1964, namun tetap juga dirahasiakan (Mulyana, 2007). Cerita lengkapnya baca buku karangan Prof. Dr. Slamet Mulyana, (2007), RUNTUHNYA KERAJAAN HINDU-JAWA DAN TIMBULNYA NEGARA-NEGARA ISLAM DI NUSANTARA, sebagai pembanding baca kar. Ir. Mangaraja Onggang Parlindungan, dalam bukunya TUANKU RAO (terutama arsip dari buku ini).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar